Sabtu, 16 Juni 2012

FENOMENOLOGIS


FENOMENOLOGIS





DISUSUN:
HOTDIANTO SINAGA
(O82214042)
MEILANA DEWI KARTIKA PUTRI
(082214044)
PRODI STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNUVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

KATA PENGANTAR

            Dengan memanjatkan puji sukur ke Hadirat Tuhan telah memberikan penulis kekuatan lahir maupun batin dalam menyelesaikan peper Pendidikan Pancasila.
            Peper Dengan judul “Fenomenologis” Sebagai tugas harian yang akan di persentasikan. Penulis menyadari, peper ini jauh dari kesempurnaan, aaaaaaaaaaaaaaaamaka berharap mendapat kritikan dan saran-saran yang bersipat membangun dari pembaca, dalam rangka menuju kesempurnaan.
            Tak lupa penulus menghaturkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof Dr PJ Suwarno SH, selaku dosen Pendidikan Pancasila Yang telah memberikan kesempatan menulis peper ini. Pepustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta serta pihak-pihak lain yang telah membantu penulisan dalam menyelesaikan peper ini.
















LATAR BELAKANG MASALAH

            Fenomenologis ialah pengamat gejala sosian. Pengamat menemukan sila-sila pancasila yang merupakan prinsip di balikfenomena sosial itu.Fenomenologis ini merupakan pemikiran beberapa perumusan pancasila, dalam hal ini perumusan dan transformasi pancasila secara filosofis dapat dijelaskan lebih jelas lagi.Fenomenologis ini juga sangat berpengaruh bagi kehidupan sosial,budanya bahkan dinegara. Selain fenomenologis ini masih ada pemikiran lain, diantaranya Notonegoro,Driyarkara,Sukarno,dan Supomo.Kedua terakhir itu lebih dekat pada filsafat sosial dan Kenegaraan.
            Dalam dunia Filsafat setiap tokoh mempunyai filsafatnya sendiri-sendiri, kemudian masing-masing memiliki pengikutnya, maka dalam dunia filsafat selalu tumbuh banyak aliran. Demikian juga dalam berfilsafat tentang Pancasila, orang juga menempuh jalannya sendiri-sendiri, meskipun akhirnya merumuskan Pancasila . Seperti yang dimulai oleh Prof Notonagoro pertama-tama dia menggunakan Filsafat Yunani kuna, kemudian disusul oleh Driyarkara yang menggunakan Filsafat eksistensialisme, kemudian Moertono mencoba mengembangkan fenomenologi untuk merumuskan Pancasila.
Di Indonesia pemikiran Pancasila yang menggunakan Filsafat Yunani kuna sudah diajarkan oleh Notonagoro sejak tahun 1956 di Universitas Gadjah Mada, sedangkan Driyarkara yang mempopulerkan Filsafat eksistensialisme mulai dalam Seminar Pancasila pertama di Pagelaran Keraton Yogyakarta pada tahun 1959. Adapun Moertono menerbitkan pendekatan Fenomenologis dalam kuliah Pancasilanya pada tahun 1980. Kalau Notonagoro menggunakan metode deduktif dalam menguraikan pemikirannya tentang Pancasila, maka Moertono menggunakan metoda induktif seperti halnya Driyarkara. Namun kalau Driyarkara berawal dari merenungkan individunya sendiri (ego), maka Moertono mulai dari fenomena (gejala) sosial.

















RUMUSAN MASALAH

            Dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas yaitu:

v  Apa yang dimaksut Fenomenologis

v  Perumusan pancasila secara fenomenologis

v  Apasaja yang dibahat tentang fenomenologis

v  Apa peran fenomenologis terhadap pancasila dan Negara Indonesia


TUJUAN PENELITIAN

      Berdasarkan latar belakang permasalahan

v  Mengetahui apa itu Fenomenologis terhadap pancasila di Indonesi



MAMPAAT PENELITIAN

v  Dari hasil penelitian terhadap permasalahan diatas berharap dapat lebih jelas tentang Fenomenologis.
v  Menambah wawasan apa saja yang dibahas dari hasil penelitian tentang Fenomenologis
v  Mengetehui apa saja mampaat Fenomenologis terhadap pancasila da bangsa Indonesia.












LANDASAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

v  Tinjauan Pustaka
                  Ada beberapa sejarawan dan penelitian pembahasan tentang”Fenomenologis”. Dan hasil penelitian tersebut akan dibahas dibawah ini.

§  DR.Pj.Suwarno,SH

Dalam dunia Filsafat setiap tokoh mempunyai filsafatnya sendiri-sendiri, kemudian masing-masing memiliki pengikutnya, maka dalam dunia filsafat selalu tumbuh banyak aliran. Demikian juga dalam berfilsafat tentang Pancasila, orang juga menempuh jalannya sendiri-sendiri, meskipun akhirnya merumuskan Pancasila . Seperti yang dimulai oleh Prof Notonagoro pertama-tama dia menggunakan Filsafat Yunani kuno, kemudian disusul oleh Driyarkara yang menggunakan Filsafat eksistensialisme, kemudian Moertono mencoba mengembangkan fenomenologi untuk merumuskan Pancasila.
Di Indonesia pemikiran Pancasila yang menggunakan Filsafat Yunani kuna sudah diajarkan oleh Notonagoro sejak tahun 1956 di Universitas Gadjah Mada, sedangkan Driyarkara yang mempopulerkan Filsafat eksistensialisme mulai dalam Seminar Pancasila pertama di Pagelaran Keraton Yogyakarta pada tahun 1959. Adapun Moertono menerbitkan pendekatan Fenomenologis dalam kuliah Pancasilanya pada tahun 1980. Kalau Notonagoro menggunakan metode deduktif dalam menguraikan pemikirannya tentang Pancasila, maka Moertono menggunakan metoda induktif seperti halnya Driyarkara. Namun kalau Driyarkara berawal dari merenungkan individunya sendiri (ego), maka Moertono mulai dari fenomena (gejala) sosial.
Aliran fenomenologis sebenarnya dapat diterapkan untuk mencari inti dari prinsip yang menjiwai tindakan sosial manusia apa saja, tetapi memang harus dianalisis, baru kemudian ditemukan prinsip-prinsip yang merupakan unsur-unsur Pancasila.

§        HARY PR, ST.

Dari pembahasan HARY ini yang paling utama dibahas ialah Fenomenologis pancasila terhadap demokrasi di abad XXI diantaranya.

PERJALANAN UNTUK INDONESIA MERDEKA
            Pancasila sebagai mana dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea terakhir sebelum tahun 1945 talah mengalami suatu perkembambangan yang cukup panjang,sekurang-kurangnya semenjak sumpah pemuda 1928, dengan meletakkan bingkai. Untuk bangsa Indonesia kala itu adalah indonesi merdeka, yang kemudian ada beberapa unsur guna mengisi bingkai tersebut,antara lain:

·         Persatuan Indonesia yang merupakan landasan dari kebangsaan Indonesia dan bersifat lintas etnik dan lintas agama ; slogan yang banyak dipergunakan takkala itu adalah bersatu kita teguh, bercerrai kita runtuh dan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai mekanisme persatuan dan baktinya, termasuk dalam persatuan ini adalah wilayah gender sehingga tidak merupakan hal baru dalam membangun Indonesia Merdeka.
·         Hukum Nasional berdasaarkan kerangka antar hukum-hukum adat. karena konsep keadilan terletak dalam masing-masing hokum adat, salah satu kasuistis adalah masalah tanah-tanah rakyat/ulayat yang banyak dipermasalahkan sebagai pelanggaran hak-asasi.
·         Identitas Diri Bangsa Indonesia merupakan cita-cita Indonesia Merdeka diantara bangsa-bangsa didunia dalam rangka perkembangan internasional yang takkala itu sedang mengalami kemajuan pesat.
·         Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang menjelaskan menyatunya bangsa Indonesia dengan tanah air geografinya
·         Sasaran/tujuan dari Indonesia Merdeka ialah keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat dan kemakmuran rakyat.
Mengingat bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama, maka cita-cita Indonesia Merdeka yang ingin mencapai tujuannya dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, praktis urutan implementasinya dapat juga dilihat secara terbalik :
         Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup : keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
         Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi bilamana dalam pengambilan keputusan
         Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan
         Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab
         Tidak dapat tidak, bahwa nilai keadilan, kejujuran dan toleransi tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa





Peletakkan Pancasila dalam frame abad ke-21

Sekarang pada abad ke-21 milenium ke-3, maka frame untuk Pancasila dan UUD 1945 tersebut harus diletakkan dalam frame abad ke-21 yang harus dapat disusun oleh kegiatan dalam hal keadaan sosial politik bangsa-bangsa didunia dewasa ini yang berada dalam posisi lepas ikatan terdahulu dengan kemungkinan memisahkan diri / disruption dengan dampak disintegrasi apabila tidak ditangani dengan baik. Penyebab dari disruption, secara sosial politik - ekonomi dan budaya ini adalah dengan kemajuan dan pemanfaatan dari teknologi informasi yang mengakibatkan lahirnya information society dan teknologi transport yang meningkatkan mobilisasi manusia. Informasi society pada umumnya dikaitkan dengan post industrial era, yang mungkin tepat untuk Negara industri, namun kurang tepat jika dalam wilayah Negara berkembang seperti Indonesia. Dan syarat penting untuk mengambil manfaat dari teknologi informasi adalah : pertama, berkemampuan memahami informasi ; kedua, intelegensi untuk  memanfaatkan informasi.
Kemudian dampak terhadap kehidupan sosial manusia adalah :
1)     Suatu masyarakat disekeliling informasi cenderung mengembangkan dua nilai, yaitu :
a.      Kebebasan individu / freedom
b.      Keinginan akan kesamaan / equality
2)     Mengalami suatu proses menjauhi atau masyarakat tradisional atau masyarakat purna industrial, yang sebelumnya telah mengalami tahap sebelum industri society, tetapi untuk masyarakat tradisional adalah suatu loncatan yang amat besar. 3)     Masyarakat informasi ini adalah identik dengan masyarakat warga/civil society, artinya tidak mengidentikkan civil society dengan Negara, sebab Negara berikatan formal (hukum) dan society berikatan informal (= kebiasaan dan kaidah-kaidah), jadi state adalah bingkai terluar dari civil society.
Dari sanalah baru semua terangkum bahwa nilai-nilai sosial yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah :
1)     Nilai toleransi
2)     Nilai transparansi hukum dan kelembagaan
3)     Nilai kejujuran dan commitment (tindakan sesuai dengan kata)
4)     Bermoral berdasarkan atas consensus
Yang paling mudah mencapai tahap ini adalah masyarakat-masyarakat yang mempunyai social capital yaitu nilai-nilai yang merupakan landasan dari tatanan ketertiban semula, sehingga nilai-nilai budaya terdahulu dapat disesuaikan dan merupakan aset yang sangat berharga dalam proses transformasi tatkala memasuki masyarakat warga secara lebih serasi. Dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran, hal ini berarti menganalisis dan menuangkan nilai-nilai abstrak dan transtif Pancasila dalam empat nilai moral sosial diatas.

Makna Reposisi Pancasila Dalam Perspektif Abad XXI
Nilai-nialai luhur yang dinamis dan telah dipupuk melalui tradisi pegerakan nasional sejak 1908 kini telah tersapu habis dilanda arus kekuasaan selama maupun Orde Baru. Orde ini mengembangkan Pancasila tidak sebagai dasar negara yang substantif, melainkan diinstrumentalisasikan untuk mengandung kepentingan politik sesaat, karena di era ini telah menjadikan sebagai idiologi pembangunan, sehingga Pancasila hanya sebatas di jadikan mitos sebagai asas tunggal yang secara minipulatif diritualisasikan untuk mengembangkan kolusi, korupsi, nepotisme, dan kroniisme di bawah kekuasaan tunggal dengan mengatas namakan diri sebagai mandataris MPR. Kini setelah pembangunan menghadapi jalan buntu yang diawali dari krisis ekonomi dan krisis politik, maka dengan ambruknya seluruh bangunan ekonomi, menjadi ambruknya pula seluruh kehidupan politik dengan berbagai kondisi yang semerawut.




     

























KESIMPULAN

FENOMENOLOGI Ini merupakan pemikiran beberapa perumusan pancasila, dalam hal ini perumusan dan transformasi pancasila secara filosofis. Fenomenologi juga mempunyai peranan penting terhadap filsafat pancasila.
Aliran Fenomenologisjuga dapat diterapkan untuk mencari inti dari prinsip yang menjiwai tindakan sosial manusia apa saja, tetapi memang harus dianalisis, baru kemudian ditemukan prinsip-prinsip yang merupakan unsur-unsur pancasila.































DAFTAR FUSTAKA

v  Dr.p.j Suwarno.SH.Pancasila budaya bangsa Indonesia.
v  Harun Hadiwijono,Sejarah filsafat barat 2.
v  Hary PR, ST. Fenomenologis Pancasila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar