FENOMENOLOGIS
DISUSUN:
HOTDIANTO SINAGA
(O82214042)
MEILANA DEWI KARTIKA PUTRI
(082214044)
PRODI STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNUVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji sukur ke
Hadirat Tuhan telah memberikan penulis kekuatan lahir maupun batin dalam
menyelesaikan peper Pendidikan Pancasila.
Peper Dengan judul “Fenomenologis”
Sebagai tugas harian yang akan di persentasikan. Penulis menyadari, peper ini
jauh dari kesempurnaan, aaaaaaaaaaaaaaaamaka berharap mendapat kritikan dan
saran-saran yang bersipat membangun dari pembaca, dalam rangka menuju
kesempurnaan.
Tak lupa penulus menghaturkan banyak
terima kasih kepada Bapak Prof Dr PJ Suwarno SH, selaku dosen Pendidikan
Pancasila Yang telah memberikan kesempatan menulis peper ini. Pepustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta serta pihak-pihak lain yang telah membantu
penulisan dalam menyelesaikan peper ini.
LATAR BELAKANG MASALAH
Fenomenologis ialah pengamat gejala
sosian. Pengamat menemukan sila-sila pancasila yang merupakan prinsip di
balikfenomena sosial itu.Fenomenologis ini merupakan pemikiran beberapa
perumusan pancasila, dalam hal ini perumusan dan transformasi pancasila secara
filosofis dapat dijelaskan lebih jelas lagi.Fenomenologis ini juga sangat
berpengaruh bagi kehidupan sosial,budanya bahkan dinegara. Selain fenomenologis
ini masih ada pemikiran lain, diantaranya Notonegoro,Driyarkara,Sukarno,dan
Supomo.Kedua terakhir itu lebih dekat pada filsafat sosial dan Kenegaraan.
Dalam dunia Filsafat setiap
tokoh mempunyai filsafatnya sendiri-sendiri, kemudian masing-masing memiliki
pengikutnya, maka dalam dunia filsafat selalu tumbuh banyak aliran. Demikian
juga dalam berfilsafat tentang Pancasila, orang juga menempuh jalannya sendiri-sendiri,
meskipun akhirnya merumuskan Pancasila . Seperti yang dimulai oleh Prof
Notonagoro pertama-tama dia menggunakan Filsafat Yunani kuna, kemudian disusul
oleh Driyarkara yang menggunakan Filsafat eksistensialisme, kemudian Moertono
mencoba mengembangkan fenomenologi untuk merumuskan Pancasila.
Di Indonesia pemikiran Pancasila yang menggunakan Filsafat Yunani kuna sudah
diajarkan oleh Notonagoro sejak tahun 1956 di Universitas Gadjah Mada,
sedangkan Driyarkara yang mempopulerkan Filsafat eksistensialisme mulai dalam
Seminar Pancasila pertama di Pagelaran Keraton Yogyakarta pada tahun 1959.
Adapun Moertono menerbitkan pendekatan Fenomenologis dalam kuliah Pancasilanya
pada tahun 1980. Kalau Notonagoro menggunakan metode deduktif dalam menguraikan
pemikirannya tentang Pancasila, maka Moertono menggunakan metoda induktif
seperti halnya Driyarkara. Namun kalau Driyarkara berawal dari merenungkan
individunya sendiri (ego), maka Moertono mulai dari fenomena (gejala) sosial.
RUMUSAN MASALAH
Dalam
penelitian ini permasalahan yang akan dibahas yaitu:
v Apa
yang dimaksut Fenomenologis
v Perumusan
pancasila secara fenomenologis
v Apasaja
yang dibahat tentang fenomenologis
v Apa
peran fenomenologis terhadap pancasila dan Negara Indonesia
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang permasalahan
v
Mengetahui apa itu Fenomenologis terhadap
pancasila di Indonesi
MAMPAAT PENELITIAN
v Dari
hasil penelitian terhadap permasalahan diatas berharap dapat lebih jelas
tentang Fenomenologis.
v Menambah
wawasan apa saja yang dibahas dari hasil penelitian tentang Fenomenologis
v Mengetehui
apa saja mampaat Fenomenologis terhadap pancasila da bangsa Indonesia.
LANDASAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
v
Tinjauan Pustaka
Ada beberapa sejarawan dan penelitian pembahasan
tentang”Fenomenologis”. Dan hasil penelitian tersebut akan dibahas dibawah ini.
§
DR.Pj.Suwarno,SH
Dalam
dunia Filsafat setiap tokoh mempunyai filsafatnya sendiri-sendiri,
kemudian masing-masing memiliki pengikutnya, maka dalam dunia filsafat selalu
tumbuh banyak aliran. Demikian juga dalam berfilsafat tentang Pancasila, orang
juga menempuh jalannya sendiri-sendiri, meskipun akhirnya merumuskan Pancasila
. Seperti yang dimulai oleh Prof Notonagoro pertama-tama dia menggunakan
Filsafat Yunani kuno, kemudian disusul oleh Driyarkara yang menggunakan
Filsafat eksistensialisme, kemudian Moertono mencoba mengembangkan fenomenologi
untuk merumuskan Pancasila.
Di Indonesia pemikiran Pancasila yang menggunakan Filsafat Yunani kuna sudah
diajarkan oleh Notonagoro sejak tahun 1956 di Universitas Gadjah Mada,
sedangkan Driyarkara yang mempopulerkan Filsafat eksistensialisme mulai dalam
Seminar Pancasila pertama di Pagelaran Keraton Yogyakarta pada tahun 1959.
Adapun Moertono menerbitkan pendekatan Fenomenologis dalam kuliah Pancasilanya
pada tahun 1980. Kalau Notonagoro menggunakan metode deduktif dalam menguraikan
pemikirannya tentang Pancasila, maka Moertono menggunakan metoda induktif
seperti halnya Driyarkara. Namun kalau Driyarkara berawal dari merenungkan individunya
sendiri (ego), maka Moertono mulai dari fenomena (gejala) sosial.
Aliran fenomenologis sebenarnya dapat diterapkan untuk mencari inti dari
prinsip yang menjiwai tindakan sosial manusia apa saja, tetapi memang harus
dianalisis, baru kemudian ditemukan prinsip-prinsip yang merupakan unsur-unsur
Pancasila.
§
HARY PR, ST.
Dari pembahasan HARY ini yang
paling utama dibahas ialah Fenomenologis pancasila terhadap demokrasi di abad
XXI diantaranya.
PERJALANAN UNTUK INDONESIA MERDEKA
Pancasila
sebagai mana dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea terakhir sebelum tahun
1945 talah mengalami suatu perkembambangan yang cukup
panjang,sekurang-kurangnya semenjak sumpah pemuda 1928, dengan meletakkan
bingkai. Untuk bangsa Indonesia
kala itu adalah indonesi merdeka, yang kemudian ada beberapa unsur guna mengisi
bingkai tersebut,antara lain:
·
Persatuan Indonesia yang
merupakan landasan dari kebangsaan
Indonesia dan bersifat lintas etnik dan lintas agama ; slogan yang banyak
dipergunakan takkala itu adalah bersatu
kita teguh, bercerrai kita runtuh dan menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai mekanisme persatuan dan baktinya, termasuk dalam persatuan ini adalah
wilayah gender sehingga tidak
merupakan hal baru dalam membangun Indonesia Merdeka.
·
Hukum Nasional berdasaarkan
kerangka antar hukum-hukum adat. karena konsep
keadilan terletak dalam masing-masing hokum adat, salah satu
kasuistis adalah masalah tanah-tanah rakyat/ulayat yang banyak dipermasalahkan
sebagai pelanggaran hak-asasi.
·
Identitas Diri Bangsa
Indonesia
merupakan cita-cita Indonesia Merdeka diantara bangsa-bangsa didunia
dalam rangka perkembangan internasional yang takkala itu sedang mengalami
kemajuan pesat.
·
Lagu Kebangsaan Indonesia
Raya yang menjelaskan menyatunya
bangsa Indonesia dengan
tanah air geografinya
·
Sasaran/tujuan dari
Indonesia Merdeka ialah keadilan
sosial dan kesejahteraan rakyat dan kemakmuran rakyat.
Mengingat bahwa Pancasila bersifat
sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama, maka cita-cita Indonesia Merdeka
yang ingin mencapai tujuannya dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila, praktis urutan implementasinya dapat juga dilihat secara terbalik
:
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup :
keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi bilamana dalam
pengambilan keputusan
Melaksanakan keadilan
sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan
Dalam pelaksanaan
pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil
dan beradab
Tidak dapat tidak, bahwa
nilai keadilan, kejujuran dan toleransi tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa
Peletakkan Pancasila dalam frame abad ke-21
Sekarang pada abad ke-21 milenium ke-3, maka frame untuk Pancasila dan UUD
1945 tersebut harus diletakkan dalam frame abad ke-21 yang harus dapat disusun
oleh kegiatan dalam hal keadaan sosial politik bangsa-bangsa didunia dewasa ini
yang berada dalam posisi lepas ikatan
terdahulu dengan kemungkinan memisahkan diri / disruption dengan dampak
disintegrasi apabila
tidak ditangani dengan baik. Penyebab dari disruption, secara sosial politik -
ekonomi dan budaya ini adalah dengan kemajuan dan pemanfaatan dari teknologi
informasi yang mengakibatkan lahirnya information
society dan teknologi transport yang meningkatkan mobilisasi
manusia. Informasi society pada umumnya dikaitkan dengan post industrial era, yang mungkin tepat untuk Negara
industri, namun kurang tepat jika dalam wilayah Negara berkembang seperti
Indonesia. Dan syarat penting untuk mengambil manfaat dari teknologi informasi
adalah : pertama, berkemampuan memahami informasi ; kedua, intelegensi untuk
memanfaatkan informasi.
Kemudian dampak terhadap kehidupan sosial manusia adalah :
1) Suatu
masyarakat disekeliling informasi cenderung mengembangkan dua nilai, yaitu :
a.
Kebebasan individu / freedom
b.
Keinginan akan kesamaan / equality
2) Mengalami
suatu proses menjauhi atau masyarakat tradisional atau masyarakat purna
industrial, yang sebelumnya telah mengalami tahap sebelum industri society, tetapi untuk masyarakat tradisional adalah
suatu loncatan yang amat besar. 3) Masyarakat informasi
ini adalah identik dengan masyarakat warga/civil
society, artinya tidak mengidentikkan civil society dengan Negara,
sebab Negara berikatan formal (hukum) dan society berikatan informal
(= kebiasaan dan kaidah-kaidah), jadi state
adalah bingkai terluar dari civil society.
Dari sanalah baru semua terangkum
bahwa nilai-nilai sosial yang dijadikan moral
baru masyarakat informasi adalah :
1) Nilai toleransi
2) Nilai transparansi hukum dan
kelembagaan
3) Nilai kejujuran dan commitment (tindakan sesuai
dengan kata)
4) Bermoral
berdasarkan atas consensus
Yang paling mudah mencapai tahap ini
adalah masyarakat-masyarakat yang mempunyai social capital yaitu nilai-nilai yang merupakan landasan
dari tatanan ketertiban semula, sehingga nilai-nilai budaya terdahulu
dapat disesuaikan dan merupakan aset yang sangat berharga dalam proses
transformasi tatkala memasuki masyarakat warga secara lebih serasi.
Dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran, hal ini berarti menganalisis dan
menuangkan nilai-nilai abstrak dan transtif Pancasila dalam empat nilai moral sosial diatas.
Makna Reposisi Pancasila Dalam Perspektif
Abad XXI
Nilai-nialai luhur yang dinamis
dan telah dipupuk melalui tradisi pegerakan nasional sejak 1908 kini telah
tersapu habis dilanda arus kekuasaan selama maupun Orde Baru. Orde ini
mengembangkan Pancasila tidak sebagai dasar negara yang substantif, melainkan
diinstrumentalisasikan untuk mengandung kepentingan politik sesaat, karena di
era ini telah menjadikan sebagai idiologi
pembangunan, sehingga Pancasila hanya sebatas di jadikan mitos sebagai
asas tunggal yang secara minipulatif diritualisasikan untuk mengembangkan
kolusi, korupsi, nepotisme, dan kroniisme di bawah kekuasaan tunggal dengan
mengatas namakan diri sebagai mandataris MPR. Kini setelah pembangunan
menghadapi jalan buntu yang diawali dari krisis ekonomi dan krisis politik,
maka dengan ambruknya seluruh bangunan ekonomi, menjadi ambruknya pula seluruh
kehidupan politik dengan berbagai kondisi yang semerawut.
KESIMPULAN
FENOMENOLOGI
Ini merupakan pemikiran
beberapa perumusan pancasila, dalam hal ini perumusan dan transformasi
pancasila secara filosofis. Fenomenologi juga mempunyai peranan penting
terhadap filsafat pancasila.
Aliran Fenomenologisjuga dapat
diterapkan untuk mencari inti dari prinsip yang menjiwai tindakan sosial
manusia apa saja, tetapi memang harus dianalisis, baru kemudian ditemukan
prinsip-prinsip yang merupakan unsur-unsur pancasila.
DAFTAR FUSTAKA
v Dr.p.j Suwarno.SH.Pancasila budaya bangsa Indonesia.
v Harun Hadiwijono,Sejarah filsafat barat 2.
v Hary PR, ST. Fenomenologis Pancasila